Senin, 29 Agustus 2011

Antara Hisab dan Rukyat: Mengapa Jadi Polemik?

100_0708 by a_rabin
100_0708, a photo by a_rabin on Flickr.

Di penghujung bulan suci Ramadhan, umat Islam di Indonesia selalu saja dihadapkan pada masalah penentuan awal bulan Syawal atau Hari Raya Aidil Fitri. Masalah ini sempat menjadi polemik karena akan mempengaruhi keabsahan puasa hari terakhir dan ibadah shalat Ied yang dilaksanakan. Dua metode dalam penentuan awal Syawal memang ada dua, yaitu Hisab berdasarkan perhitungan matematis astronomis dan Rukyat berdasarkan pengamatan langsung melalui teleskop. Bila dlihat dari metode yang digunakan, Hisab dan Rukyat bagaikan dua sisi mata uang sehingga akan selalu tidak menemui titik temu dalam metode namun mungkin saja ada kesamaan hasil.

Penentuan dengan metode hisab dinilai memberikan kepastian dalam bagi umat dalam melakukan perencanaan baik aspek muamalah maupun ibadah. Akan tetapi kebenaran dan ketepatan hitungan yang hakiki adalah dari Allah SWT yang menciptakan dan mengatur alam semesta ini sehingga perhitungan manusia bisa saja salah atau kurang tepat. Di sisi lain, pendekatan rukyat juga memberikan kepastian atas keafdhalan pelaksanaan ibadah dan sesuai dengan kebiasaan Rasul dan sahabatnya ribuan tahun yang silam. Masalah yang muncul adalah mekanisme rukyat bersifat lokal dan tidak bisa diberlakukan resmi pada wilayah yang luas seperti Indonesia. Seandainya rukyat menjadi satu-satunya acuan, maka masing-masing tempat di Indonesia akan menentukan sendiri awal Syawal.

Masalah utama atas adanya perbedaan metode ini adalah munculnya polemik yang mempertentangkan kedua metode tersebut. Sesungguhnya hal ini tidak perlu terjadi dan jika kita jujur dalam mempertentangkan kedua metode tersebut, mengapa hanya pada awal Syawal saja? Bagaimana dengan yang lain seperti 12 Rabiul Awal, 27 Rajab dan Idul Adha? Sepertinya kita telah menjadi korban almanak (kalender) yang kita gunakan sehari-hari dan sayangnya para ulama tidak mempertanyakan dasar penetapan hari besar yang ada di kalender padahal kalender tersebut dibuat sejak awal tahun bahkan pada akhir tahun sebelumnya.

Sebagai orang awam, penulis secara pribadi tidak mempermasalahkan mana yang benar dan salah pada kedua metode tersebut. Penulis hanya berkeyakinan bahwa agama tidak diturunkan untuk menyiksa umatnya dan kualitas puasa yang dijalankan akan dinilai sendiri oleh Allah SWT dan bukan oleh siapa-siapa.

Tidak ada komentar: